Konsepdari takdir rezeki ini juga terjadi pada takdir jodoh. Sebagaimana Allah telah menetapkan jodoh beserta sebab-sebabnya. Jadi, Manusia juga seharusnya mengambil jalan untuk bisa meraihnya. Perhatikan penjelasan berikut ini: "Jika rezeki telah tertulis dan ditakdirkan bersama sebab-sebabnya, maka jodoh pun telah tertulis beserta dengan Dansatu hal lagi yang harus kamu pahami. Jodoh tak akan pernah tertukar dengan orang lain,orang yang baik akan berjodoh dengan orang yang yang baik begitu pula sebaliknya. Kamu tidak perlu juga mencari yang sempurna untuk mendampingimu, tetapi carilah dia yang mampu menyempurnakan kekurangan yang kamu miliki. Kitatidak akan tahu dengan siapa akan menjalani hidup suatu saat nanti. Karena jodoh, hanya Allah Swt yang tahu. Dan yang pasti jodoh adalah cerminan diri kita dan tidak akan pernah tertukar. Sebagaimana kisah cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah yang sudah lama terjalin, namun harus melewati jalan yang begitu terjal. kalo ini mah sedih banget ya, berasa jagain jodoh orang, hehe ) Dear, cinta sejati tak akan salah. Oh dear, jodoh tak akan tertukar, walaupun kadang tertukar sebentar lah dijagain orang lain bahkan temen sendiri.. hahaha.. Lalu bagaimana biar kita sederhanakan otak kita? untuk yang masih bingung soal jodoh dan merasa hilalnya belum kelihatan. Jikajodoh yang didapatkan tidak sesuai dengan apa yang "diimpikan", boleh jadi karena masih salah dalam menilai jodoh yang telah disiapkan Allah Swt. Jodoh itu memang unik, sering kali yang dikejar-kejar malah menjauh, yang tidak sengaja berjumpa, malah mendekat. Yang seakan sudah pasti, malah menjadi ragu, yang awalnya diragukan, menjadi pasti. TakPerlu Ngoyo dan Terus Dikejar, Jodohmu Tidak akan Pernah Tertukar. 15 Januari 2021. Author : Syifa. Mencari jodoh/Photo by Kevin Mueller via unsplash.com. Jodoh, kata sederhana yang terasa menyesakkan dada. Saat kita masih berusaha mencari dan menemukan sosok idaman itu. Jodoh sebuah kata baru yang akan mengubah kehidupan kita. Priaberusia 34 tahun itu bahkan dikabarkan sudah mendapatkan restu dari anak Desy Ratnasari, jika mau mendekati pelantun Tenda Biru tersebut. Namun, Nassar menanggapinya dengan santai. Ia tak mau mendahului takdir Allah, karena jodoh pun milik sang pencipta yang tak bisa ia hindari. "Seperti QCMnlv. Sumber Majalah “Hadila” Edisi 63, September 2012 Diterbitkan oleh Yayasan SOLO PEDULI UMMAT “Oh ibu, usiaku sudah lanjut, namun belum datang seorang pemuda pun meminangku. Apakah aku akan menjadi perawan seumur hidup?”. Kira-kira begitulah keluhan seorang gadis Mekah yang berasal dari Bani Ma’zhum yang kaya raya. Mendengar keluhan si anak, ibunya lantas kalang kabut untuk mencarikan jodoh buat puterinya. Berbagai ahli nujum dan dukun ditemuinya. Ia tidak perduli berapa banyak uang yang harus dikeluarkan, yang penting anaknya segera dapat jodoh. Namun, sayang usaha si ibu sia-sia. Janji-janji sang dukun cuma bualan belaka. Sekian lama menunggu jejaka,tetapi yang ditunggu tidak pernah kunjung tiba. Melihat keadaan itu, gadis Bani Ma’zhum yang bernama Rithah al-Hamqa menjadi semakin bermuram durja. Tidak ada kerjaan lain yang diperbuat, kecuali berdiri di depan cermin sambil terus bertanya, “Mengapa sampai hari ini tidak kunjung datang seseorang yang akan menikahiku?” Akhirnya… penantian panjang Rithah yang telah lanjut usia pun berakhir. Ia bertemu jejaka tampan, lalu mereka menikah. Tetapi, kesediaan jejaka tampan namun miskin tersebut menikahi Rithah ternyata hanyalah menginginkan kekayaan Rithah yang melimpah. Ketika si jejaka telah berhasil menggunakan sebagian harta Rithah, dia pun pergi tanpa pesan. Dan kini tinggallah Rithah seorang diri, menangisi kepergian suami yang entah dimana. Kesedihan dan kemurungannya pun dilampiaskannya dengan membeli beratus-ratus gulung benang untuk ditenun. Setelah jadi hasil tenunannya, wanita itu mengurai kembali menjadi benang. Lalu ia tenun lagi dan ia urai lagi terus secara berulang-ulang hingga di sisa-sisa hidupnya. *** Kisah Rithah al-Hamqa, gadis Bani Ma’zhum tersebut memang mengharukan. Di ujung penantiannya yang panjang tentang jodoh- akhirnya, setelah mendapatkan jodoh–, ternyata seiring dengan berjalannya waktu harus berakhir dengan kenistapaan. Sungguh ironi. Sampai-sampai kisah tersebut diabadikan dalam Al Qur’an Surat An Nahl ayat 92, “Dan janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi bercerai-berai kembali…” Bertolak dari kisah Rithah al-Hamqa inilah kita akan mengurai lebih dalam persoalan jodoh. Dan kisah Rithah ini mengajarkan kita banyak hal. Diantaranya, bahwa jodoh mutlak urusan Allah Swt. Jodoh tidak dapat dihindari kehadirannya manakala kita belum menginginkannya. Atau sebaliknya. Jodoh juga tidak dapat dikejar,manakala kita sudah sangat ingin memilikinya. Bila saatnya tiba, pasti akan datang. Demikianlah jodoh. Keberdayaannya tetap menjadi rahasia Allah Swt semata dan tetap tertulis jauh sebelum kita hadir di muka bumi ini. Rasulullah Saw telah bersabda “Ketika ditiupkan ruh pada anak manusia tatkala ia masih di dalam perut ibunya sudah ditetapkan ajalnya, rezekinya, jodohnya dan celaka atau bahagianya di akhirat”. Jika demikian, tak bijak rasanya jika kita terlalu larut dalam kekhawatiran, merisaukan sesuatu yang masih rahasia dan tak seorang pun ada yang tahu. Dan segala sesuatu yang telah menjadi ketetapan Allah Swt, maka tidak ada satu pun makhluk yang mampu merubahnya. Termasuk soal jodoh. Ia tidak akan pernah tertukar atau diambil orang lain. Kisah Rithah al-Hamqa juga mengajarkan kita bagaimana menumbuhkan kesabaran diri dalam menggapai cita-cita. Kesabaran yang diwujudkan dalam seluruh sikap dan pengharapan hanya kepada Allah Swt. Bukan kepada yang lain. Karena hanya kepada Allah Swt-lah semua dalam kuasa-Nya. Adalah sebuah kesalahan besar bila kita menyandarkan segala urusan kepada selain Allah Swt. Karena semua akan berbatas. Dan cara-cara yang dilakukan ibu Rithah al-Hamqa mendatangi ahli nujum dan dukun untuk mengupayakan kedatangan jodoh bagi anaknya, adalah kekeliruan. Malah sebuah kesyirikan besar. “Jarak” kita dengan Allah Swt begitu dekat, maka kenapa kita tidak memohon kepada-Nya? “Dan apabila hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka jawablah Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang-orang yang berdoa kepada-Ku…” QS. Al Baqoroh186. Bukan hanya itu, langkah keliru Rithah al-Hamqa dan ibunya tersebut menjadi simbol ketidaksabaran manusia atas keinginan diri. Sebuah kekeliruan yang pada akhirnya justru mengantarkannya ke jurang kerisauan sekaligus kesalahan yang lebih dalam. Bukankah Allah Swt telah berfirman dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 45, “Dan jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya yang demikian itu amat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Rabbnya, dan mereka akan kembali pada-Nya.” Pernyataan dari Allah Swt melalui Surat Al Baqarah ayat 45 dan 186 tersebut menjadi indikasi betapa “kedekatan” kita dengan Allah Swt yang diwujudkan dalam bentuk ketakwaan dan kelurusan hati serta sikap seperti yang Rasulullah Saw contohkan melalui risalahnya, akan menjamin terkabulkannya pengharapan kita. Setidaknya, akan menjauhkan diri kita dari segala bentuk praktik kehidupan yang menyalahi aturan Allah Swt. Kemurnian akidah terjaga dan kelurusan niat untuk menikah pun tak akan goyah. Dan Allah Swt tidak akan mungkin mengingkari janji. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, Tarmidzi, dan Ibnu Majah, Rasulullah Saw bersabda tentang masalah doa, “SesungguhnyaAllah malu terhadap seseorang yang menadahkan tangannya berdoa meminta kebaikan kepada-Nya, kemudian menolaknya dalam keadaan hampa.” Maka, sudah jelas jika dengan intensnya “komunikasi” vertikal kita kepada Allah Swt akan berbuah pada dikabulkannya doa atau pengharapan kita. Kisah gadis Bani Ma’zhum juga memberikan nasihat, bahwa jodoh merupakan amanah Allah Swt. Dan akan diembankan pada kita pada masa yang tepat. Nah, barangkali jika saat ini kita belum mendapatkan jodoh,lantaran oleh Allah Swt kita belum dinilai sanggup dan mampu mengemban amanah itu. Jika demikian, bersangka baik husnudzon kepada-Nya adalah sikap yang terbaik. “Boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal sesuatu itu amat buruk bagimu, dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu. Kamu tidak mengetahui sedangkan Allah Maha Mengetahui.” QS. Al Baqarah216. Jodoh dan Kedewasaan Diri Kisah Rithah al-Hamqa bisa menjadi cermin betapa jodoh itu serasa ringan diucap, tapi rumit dalam realita. Pun demikian, sebenarnya semua lebih bergantung pada tingkat kedewasaan kita. Dalam kata lain, ada korelasi antara jodoh dengan tingkat kedewasaan atau kematangan jiwa kita. Hal itu akan dapat dirasakan pada saat kita berada di titik tersulit dalam proses menemukan jodoh. Salah satunya bisa kita simak dari kisah Rithah al-Hamqa. Sebenarnya, kisah berliku seperti yang dilakoni Rithah al-Hamqa pada satu sisi bisa dimaklumi. Pasalnya, wanita mana yang tidak ingin menikah, lantas membina rumah tangga? Terlebih disaat usia kian merambat tua. Namun, di sisi lain kadangkala ketergesa-gesaan manusia justru membuka lebar jalan menuju kesesatan. Seperti langkah-langkah irasional yang ditunjukkan ibu Rithah al-Hamqa dengan mendatangkan para ahli nujum atau dukun. Atas rumitnya persoalan jodoh bisa jadi lantaran kurang serius dan kesungguhan kita dalam menjemput jodoh itu sendiri. Yang ada hanya mengeluh dan menuntut kemurahan Allah Swt agar segera dipertemukan dengan jodohnya. Nah, pada saat titik tertentu ketika sang jodoh belum juga kunjung hadir, lahirlah kekecewaan, keterputusasaan dan kerisauan yang mendalam, sehingga dari sanalah kosakata rumit itu muncul. Maka, hampir bisa dipastikan bahwa kerumitan kita dalam memaknai kata jodoh justru bermula dari diri kita sendiri. Bukan dari siapa pun. Pengharapan yang terlalu tinggi,namun minus kesungguhan dalam berikhtiar. Atau malah nihil. Dibalik fenomena “telat nikah” -masih bertolak dari kisah Rithah al-Hamqa– sebenarnya ada bukti-bukti kasih sayang Allah Swt yang bisa dilihat dan dirasakan. Boleh jadi telatnya pernikahan atau sering gagalnya proses ta’aruf, lantaran kadar kedewasaan kita belum cukup untuk menghadapi belantara rumah tangga yang akan dibangun bersama pasangan hidup. Dan Allah Swt Maha Tahu apa-apa yang ada di dir hamba-Nya. Yakinlah, bahwa tanpa harus dikeluhkesahkan jika memang sudah masanya tiba, maka jodoh itu pasti datang. Tentu saja setelah menyempurnakan ikhtiar, baik secara vertikal maupun horizontal. Kedewasaan disini termasuk juga dalam memaknai kehadiran jodoh itu sendiri. Memang, pilihan pertama kita berharap cepat mendapatkan jodoh. Namun, jangan lupakan pula ada pilihan kedua. Yakni, lambat mendapatkan jodoh, tapi suatu ketika pasti mendapatkannya di dunia. Atau pilihan ketiga, dimana kita akan mendapatkan jodoh pada saat di akhirat kelak. Apapun pilihan jodoh yang ditentukan Allah Swt, maka hal itu adalah hal yang terbaik untuk kita. Dari sinilah kita mengambil hikmah betapa kekhawatiran dan kerisauan bahwa jodoh kita akan tertukar atau diambil orang adalah bukti tipisnya keyakinan kita pada Allah Swt Yang Maha Pengatur, sehingga hal itu berpengaruh pada sikap mental dan kerdilnya pola fikir kita. Dan diakui atau tidak, kenyataan ini masih menjadi bagian dari diri kita. Khususnya, yang sampai saat ini masih dalam masa menunggu kedatangan jodohnya. Menjemput Jodoh Sekali lagi, jodoh itu layaknya rezeki dan kematian. Telah tertulis dan tetap akan menjadi misteri yang akan selalu menjadi kuasa Allah Swt. Dalam kesadaran tertinggi dan batas bening jiwa, tentu kita selaku manusia hanya mampu menyadari betapa kita tak cukup kuasa untuk menjangkau itu semua. Kecuali, sekadar melakukan optimalisasi serangkaian ikhtiar. Dan di berikut ini ada beberapa upaya yang dapat dilakukan unutk menjemput jodoh Pertama, memperbaiki diri. Jika kita ingin mendapatkan jodoh yang sholih/sholihah, maka kita harus menjadi orang yang sholih/sholihah juga. Sebagaimana firman-Nya, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji pula, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula…” QS. An Nuur 26. Perbaikan disini berarti secara lahiriah/jasadiyah dan batiniah. Ada sebagian orang mendambakan jodoh yang sholih/sholihah, tapi ia sendiri justru tidak atau kurang sholihah/sholih. Kedua, tidak putus asa dalam berdoa. Doa yang baik untuk mendapatkan jodoh adalah seperti yang terdapat dalam Surat Al-Furqon ayat 74 “Ya Robb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. Dan berdoalah menurut apa yang diajarkan Allah Swt dan Rasul-Nya kepada kita, niscaya doa kita akan lebih terkabul. Ketiga, meningkatkan kualitas ibadah wajib dan memperbanyak ibadah sunnah. Agar jodoh kita semakin cepat datang, kita wajib “mendekati” Allah Swt lebih ekstra. Caranya, dengan meningkatkan kualitas ibadah wajib dan menambah ibadah-ibadah sunnah. Seperti, sholat Tahajjud dan Dhuha, Shaum, Tilawah Al Qur’an, Infak, dan lain-lain. Keempat, memiliki kriteria yang tidak muluk. Boleh jadi jodoh sulit datang lantaran kriteria jodoh yang terlalu muluk. Selalu menjadikan keunggulan fisik dan materi sebagai standar tertinggi. Namun, hal itu justru yang akan mempersulit diri sendiri. Itulah sebabnya Rasulullah Saw menganjurkan untuk memilih kualitas agama sebagai standar utama dalam mencari jodoh. Tentu hal ini memungkinkan jodoh kita orang miskin, tidak berpangkat, bukan keturunan orang baik, akan tetapi memiliki agama/akhlak yang baik. Seperti, kisah Juwaibar. Meski secara fisik kurang mendukung, namun dia salah satu sahabat yang dicintai Rasulullah Saw, karena ketakwaannya pada Allah Swt. Terbukti, Juwaibar telah menikah dengan Zulfa, putri dari Ziyad bin Labid yang sholihah, cantik jelita dan dari keluarga kaya. Kehidupan keduanya pun diliputi kebahagiaan. Kelima, memperluas pergaulan. Ini bagian dari upaya horizontal untuk mendapatkan jodoh. Dengan pergaulan yang luas kita juga lebih banyak mendapatkan pilihan. Membuka diri jika selama ini masih terkungkung oleh pribadi yang tertutup. Ingat, tak jarang jodoh itu datang bukan dari perkenalan langsung, tapi dari kenalan teman kita. Keenam, meminta tolong orang lain atau menyatakan hasrat secara langsung. Meminta tolong orang lain yang reputasinya baik. Atau biasa disebut guru mengaji, murobbi, teman, orang tua, saudara, dan yang lain. Atau jika memiliki sebuah keberanian, bisa dilakukan sendiri. Hal ini juga berlaku bagi para wanita/akhowat. Sekalipun cara ini masih terbilang asing dalam budaya Indonesia, namun cara ini sebenarnyaIslami. Karena pernah dilakukan Khadijah ra kepada Nabi Muhammad Saw. Pada masa itu, Khadijah ra yang lebih dahulu menyatakan hasratnya kepada Nabi melalui perantaranya. Jadi, untuk meraih keberkahan dalam ikhtiar menjemput jodoh, kita harus yakin pada Allah Swt, bahwa jodoh kita telah tertulis sebagaimana rezeki dan kematian kita dan pasti tak akan pernah tertukar atau diambil orang lain. Tak perlu khawatir. Ia pasti akan menemukan jalan untuk menjumpai kita. Ia tak akan datang terlalu cepat hingga kita harus terburu-buru, tapi juga tak akan terlalu lama hingga kita lelah menunggu. Wallahu’alam. Ragil/Dari Berbagai Sumber Sahabat Vemale, kisah inspiratif kali ini datang dari Risa yang mengirimkan kisahnya pada kami via email. Di tengah-tengah kegelisahannya terhadap jodoh, ibunya memberinya pengertian tentang arti jodoh yang sebenarnya. Yuk, kita simak bersama. *** Aku perempuan berumur 25 tahun. Seperti kebanyakan perempuan lainnya, di umur yang nanggung ini aku sering galau memikirkan jodoh. Sebenarnya sering kali aku menepis perasaan itu, tapi rasa ingin tahu akan jodohku lebih sering muncul dibandingkan tepisanku. Hingga aku ingat suatu pesan ibuku beberapa waktu lalu. Sebelumnya, ibuku berpesan bahwa ia hanya mengijinkan pernikahan bagi anak-anaknya. Tidak ada kamus pacaran dalam keluarga. Dalam percakapan itu, ibuku menerangkan bahwa ia akan gelisah jika anak-anaknya sampai terjerumus ke dalam hal-hal yang memalukan dan dapat mencoreng nama keluarga. Ibuku juga mengistilahkan bahwa anak ibarat intan yang berarti sebagai penghias seluruh keluarga. Hanya saja kadang karena menjadi perhiasan itulah mereka menjadi khilaf, bukan bersyukur. Dan ibarat emas, anak selalu berharga mahal jika orang tuanya pandai merawat dan menjaga emas itu. Tak peduli dengan harga emas yang fluktuatif, tapi orang tua yang baik dan mengerti bagaimana cara menjaga anak-anaknya selalu tahu waktu kapan emas itu layak untuk diperjual-belikan. Yaitu melalui pernikahan. Saat itu, aku baru tahu alasan mengapa ibu dan ayah selalu melarangku ini-itu yang terkesan overprotective. Membiarkan mereka yang mengejar kita dengan caranya, menggali lebih dalam potensi kita sebelum benar-benar teraih oleh salah satu dari mereka, membiarkan masing-masing diantara mereka dan kita saling meningkatkan kualitas hidup untuk generasi yang jauh lebih berkualitas; para pendahulunya. Membiarkan Tuhan yang menentukan siapa bidadari-bidadara kita setelah kita telah patuh terhadap perintah-Nya dan tawakkal semampunya. Membiarkan itu semua mengalir bukan apa adanya, tapi mengalir dengan tetap berjalan pada koridor-Nya. Secara tak langsung, orang tuaku telah menjadikanku sedikit lebih dekat dengan Allah melalui larangan pacaran. Aku paham bahwa melalui pacaran, pintu menuju perzinaan akan terbuka. Dan aku bangga pada ibu dan ayah yang telah melarangku untuk berpacaran, itu artinya beliau benar menjagaku sesuai syariat islam yang berlaku. Tak usahlah kita meragu dan khawatir akan siapa jodoh kita kelak. Dia telah menyiapkan yang sesuai dan benar untuk kita kelak jika telah tiba waktunya. Jodohku tak akan tertukar. Dia tidak akan cepat-cepat datang menjemputku hingga membuatku gelisah. Dia juga tidak akan terlambat datang sampai membuatku cemas. Dia akan menjemputku saat tiba waktu raga dan jiwa kami siap. *** Memang benar apa yang diajarkan oleh masing-masing agama yang menyebutkan bahwa kita tak perlu mendebat ibu, karena bagaimanapun, ibu adalah orang yang lebih tahu tentang diri kita. Semoga penggalan kisah Risa di atas dapat kita jadikan bahan renungan ya, Sahabat Vemale. vem/tik Cerpen Karangan Andromeda ALKategori Cerpen Cinta Islami Lolos moderasi pada 22 November 2017 Sejauh apapun terpisahkan, jika jodoh tetaplah jodoh. Akan selalu ada takdir yang mempertemukan. Tak pernah bisa mengelak, jika Allah yang berkehendak. Jodoh akan tetap bersatu. Karena tulang rusuk tak akan pernah tertukar. Juli 2006 Berbeda dari biasanya. Malam minggu ini, Nana hanya berdiam diri di dalam kamar. Ini pertama kalinya ia tak diajak berkencan oleh kekasihnya, Aziz. Bahkan, lelaki itu tak ada kabar sejak pagi. Hatinya resah menunggu. Kegalauan menimpa dirinya. Banyak pesan ia kirim ke nomor lelaki itu, tapi tak ada satu pun yang mendapat balasan darinya. Berulang kali ia meneleponnya, tapi tak ada jawaban. Jam sudah menunjukkan pukul Tapi, matanya tak jua bisa terpejam. Ia mengambil ponselnya. Lalu ia ketikkan pesan yang akan ia kirim ke nomor kekasihnya. “Sayang, kamu kenapa? Jangan mendiamkanku seperti ini. Jika ada masalah, kita bicarakan baik-baik. Good night, sayangku. Tidur yang nyenyak ya!” Send. Pesan itu terkirim. Ia kembali mencoba memejamkan matanya. Hatinya yang sudah sedikit damai, membuatnya bisa tertidur. Sekolah masih sepi. Hanya ada beberapa siswa yang sudah datang. Nana berjalan di koridor sekolah dengan kepala menunduk. Ia tak mau orang lain melihat keadaan cukup aneh di matanya yang tertutup kacamata. Menangis semalaman hingga tertidur membuat matanya berkantong hitam. Meski ia mengenakan kacamata, kantong hitam di matanya tetap nampak. “Na,” panggil sahabatnya, Vina begitu ia masuk ke dalam kelas. Ia mendongakkan kepalanya. “Na, astaga Nana! Kau baik-baik saja kan?” Seru Vina -terkejut saat melihat matanya. “Ya. Lebih baik dari kemarin,” ujarnya singkat. Vina mengangkat alisnya -tak percaya. “Bagaimana dengan matamu itu?” Tanya gadis itu khawatir. “Mataku memang tak baik-baik saja. Tapi, percayalah! Ini jauh lebih baik dari kemarin,” jawab Nana sedikit sebal dengan pertanyaan sahabatnya. “Baiklah. Apa kau ada masalah dengan kak Aziz?” Tanya sahabatnya pelan. Oh no! Ya Tuhan! Mengapa nama lelaki itu diungkit-ungkit lagi? “Aish! Aku sudah putus dengannya,” jawabnya ketus. “Kok bisa?” Vina menatapnya tak percaya. “Ya, bisalah! Orang idup aja bisa mati,” jawabnya asal. Vina berdecak kesal mendengar jawabannya. “Itu kan takdir!” “Nah, yang ini juga takdir!” Serunya tak mau kalah. Oktober 2013 Seorang gadis berjalan di trotoar, dengan jilbab putihnya yang berkibar tertiup angin. Ia baru saja pulang dari kantor tempatnya bekerja. Di tengah perjalanan, tiba-tiba handphonenya berdering. My Mom is calling …! Ia langsung menerima telepon dari ibunya. “Ya, Ma? Apa? Sekarang? Nana masih di jalan nih, Ma. Tunggu sebentar lagi tak apa kan? Oke. Waalaikumsalam.” Klik. Telepon dimatikan oleh ibunya. Ia mempercepat langkahnya, agar segera tiba di rumah. Mama memberitahu ada tamu yang memiliki sedikit urusan dengannya. Tampak di halaman rumahnya ada sebuah mobil yang asing di matanya. Ia yakin itu adalah mobil tamu yang dikatakan Mama-nya di telepon. “Assalamualaikum,” salamnya sebelum masuk. Napasnya tercekat melihat tamu yang datang. Buru-buru ia masuk dan menaiki tangga -kabur menuju kamarnya. Tapi, terlambat. Mamanya sudah terlanjur menangkap basah kehadirannya. “Waalaikum salam. Eh, Nana-nya udah datang. Gabung sini dulu, Na!” Panggil Mama-nya sambil melambaikan tangan. Mau tak mau, ia mendekat dengan kepala tertunduk -malu melihat mereka. “Na, kenalin ini Tante Intan, temennya Mama. Yang itu Om Reza, suaminya Tante Intan. Dan yang paling ganteng itu Aziz, anak pertama mereka,” Mama menunjuk tamunya satu persatu. Ia menyalami Tante Intan, dan Om Reza. Lalu menangkupkan tangannya pada Aziz. Jangan tanya, Aziz ini adalah mantan pacarnya saat SMA dulu. Dan apa kata Mamanya tadi? Aziz yang paling ganteng? Hatinya tak bisa mengelak pernyataan itu. Ia akui, Aziz memang tampan. “Saya Nana, Om, Tante,” ujarnya -memperkenalkan diri. Ya, gadis itu adalah Nana. Ia sengaja tak menyebut Aziz saat memperkenalkan dirinya. Ia yakin, lelaki sudah mengenalnya. Ia menoel-noel lengan Mamanya -memberi isyarat bahwa dirinya ingin segera pergi dari sana. Namun rupanya, kode itu tak bisa diartikan oleh sang Mama. “Kau ini kenapa sih, Na? Dari tadi kok tak bisa diam. Malu dikit kek, sama tamu kita tuh,” Mama menatapnya bingung. Ia menepuk dahinya. Mama gagal paham.’ Ia membatin. Dapat ia lihat, di seberang sana, bibir Aziz berkedut-kedut menahan tawa. Ia yakin lelaki itu sudah memperhatikan dirinya sejak tadi. Matanya melotot tajam menatap lelaki itu. Berhasil. Lelaki itu bungkam seketika. Bibirnya tak lagi berkedut. Ia kembali menatap Mamanya. “Ma, Nana ke atas dulu ya!” Pamitnya lalu ngacir menaiki tangga -kabur- menuju kamarnya. Mama beserta para tamu melongo dibuatnya. Kemudian, mereka kompak terkekeh geli melihat kelakuan anak gadis Azzalea. Nana kembali dalam keadaan yang lebih segar dari sebelumnya. Pakaian kerjanya sudah berganti dengan gamis ungu, dengan jilbab yang senada. Ia kembali duduk di samping Mamanya. Sedangkan Papanya masih berada di Amerika. “Baiklah. Untuk mempersingkat waktu, akan segera kami sampaikan tujuan kami bertamu pada kalian,” Om Reza menatap Nana dan Mamanya satu per satu. Lalu menatap anaknya sendiri yang tampak gugup. “Sebelumnya, saya meminta maaf bila kedatangan saya beserta orangtua saya membuat Tante dan Nana terkejut.” Aziz menghela napasnya sebelum melanjutkan. “Tujuan utama saya dan orangtua saya datang adalah untuk melamar anak gadis Tante Azza yang bernama Nasya Abira Zahida atau Nana,” Aziz sukses mengucapkan kalimat itu dalam satu tarikan napas. Nana? Jangan tanya. Gadis itu sudah panas dingin di tempatnya. Jantungnya berdegup kencang. Tangannya meremas gamis yang ia kenakan. Kepalanya tertunduk. Keringat dingin mengucur di keningnya. Gugup melandanya. “Saya serahkan semua keputusan pada anak saya,” ujar Mama lalu meraih tangannya dan menggenggamnya–memberi kekuatan -seolah mengerti kegugupan yang sedang melandanya. Ia menarik napasnya dalam-dalam. Lalu menghembuskannya perlahan untuk mengurangi kegugupannya. Ia mengangkat kepalanya perlahan. Lalu kembali menunduk saat Aziz menatapnya. “Bagaimana, nak?” Tanya Om Reza–meminta jawaban. Ia kembali mengangkat kepalanya. “Bismillah. Lamaran ini, tidak saya tolak.” Ujarnya tegas dan mantap. Dapat ia lihat, semua orang -termasuk lelaki itu- sempat menahan napas mendengar kata tidak’ terucap dari bibirnya. Namun detik berikutnya, mereka kompak bersyukur dan bernapas lega mendengar jawabannya. September 2015 Tak terasa, sudah hampir dua tahun usia pernikahannya dengan Aziz. Hari ini, ia beserta suami dan anaknya, akan pindah ke rumah baru mereka. Rumah mereka sudah selesai dibangun sejak seminggu yang lalu. Tapi, mereka baru pindah hari ini, dikarenakan Mamanya yang masih ingin bersamanya lebih lama. Ia membuka lemari bukunya. Mencari-cari buku yang penting untuk dibawa ke rumah baru. Namun, pandangannya tertuju pada sebuah amplop yang berada di bagian tersembunyi dalam lemarinya. Bagian yang hanya berisi dokumen-dokumen rahasia miliknya. Ia teringat, amplop ini berisi surat dari Aziz saat memutuskan hubungan mereka. Ia membaca kembali surat dari lelaki itu. Sudut bibirnya terangkat saat membaca tiga paragraf terakhir yang ditulis suaminya. “Jangan menangis. Aku tak suka ada air mata yang mengotori wajah cantikmu. Aku melepasmu bukan berarti aku tak mencintaimu. Tapi, karena aku terlampau mencintaimu, aku tak ingin cinta ini menyesatkan kita berdua. Percayalah. Sejauh apapun terpisahkan, jika jodoh tetaplah jodoh. Akan selalu ada takdir yang mempertemukan. Tak pernah bisa mengelak, jika Allah yang berkehendak. Jodoh akan tetap bersatu. Karena tulang rusuk tak akan pernah tertukar. Jika memang kau mencintaiku, maka bersabarlah. Jikalau Allah menghendaki pertemuan kita kembali, maka aku akan datang untuk melamarmu tujuh tahun lagi. Di saat aku telah memantaskan diri menjadi pendampingmu.” Ia masukkan kembali surat itu ke dalam amplopnya. Lalu, ia masukkan ke dalam koper yang akan dibawanya ke rumah baru. “Kau benar,” ujar Nana sambil menyandarkan kepala di dada suaminya. “Jodoh tetaplah jodoh. Karena tulang rusuk tak akan pernah tertukar,” lanjutnya mengulang kalimat dalam surat itu sambil menatap Aziz yang tersenyum manis padanya. Lelaki itu mengecup keningnya. Sedangkan anak mereka sudah tertidur sejak tadi. Dan tentu saja, itu membuat Aziz bahagia, karena ia mempunyai waktu untuk berduaan bersama istri tercintanya. “Ya. Dan aku katakan sekali lagi. Bukan aku yang memilihmu, tapi Allah memilihmu untuk aku cintai,” ujarnya sambil menatap wajah cantik istrinya tanpa merasa bosan. “Aku sangat bersyukur ketika Allah memilihmu untuk menjadi imamku,” wajah istrinya terlihat berseri-seri ketika mengatakannya. “Aku pun sangat bahagia dengan wanita shalihah pilihan-Nya,” wajahnya sendiri tak kalah berseri-seri dari wajah istrinya. Kedua insan itu tersenyum dan bertatapan dengan tatapan penuh cinta, yang mengundang Allah untuk menurunkan rahmat-Nya kepada mereka. Cerpen Karangan Andromeda AL Facebook Alesha Andromeda Cerpen Jodoh Tak Akan Tertukar merupakan cerita pendek karangan Andromeda AL, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Kau, Aku, Dan Seuntai Kata Ridha Part 2 Oleh Anisyah Ritonga Tak menyapa berarti ingin diperhatikan. “ehem, ehem, cie cie.” ledek Siska sambil memalingkan wajahnya ke arah depan. Ais mengikuti wajah Siska mengarah, tiba-tiba, dug-dug-dug, detak jantungnya cepat bergerak. “ya Saat Rindu Memanggil Rindu Part 2 Oleh Alfi Bahaviani Pagi itu, Rindu memutuskan tetap bekerja. Wajahnya kuyu. Semalaman tak bisa tidur menatap wajah bapaknya yang memucat. Ia merasa bersalah. Rindu terus berjalan gontai hingga sampai di kubikelnya. “Mba? Ramadhan Cinta Untuk Nya Oleh Pratiwi Nur Zamzani “Citra, sini!!!”, teriak Risa Di kejauhan gue pun mengangguk dan berlari ke arahnya. Kenalin, temen gue yang satu ini. Dia adalah saah satu sahabat gue di rumah, kita udah Taubatnya Lelaki Bertato Oleh Dyari Tsani Tak semestinya hidup ini berjalan lurus-lurus saja, setiap insan akan selalu didatangi beberapa masalah. Tak selalu yang baik-baik itu akan berakhir baik pula, dan yang buruk-buruk akan berakhir buruk. Dilema Cinta Dalam Diam Oleh Albert Nanda Saputra Apakah kau ingat percakapan kita setahun lalu? Kala itu kau mengatakan “Aku tidak mau pacaran.” Aku amat senang mendengar hal itu. “Kenapa?” “Karena aku tidak mau menghabiskan waktu dengan “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"